Moralitas Pemimpin

Oleh : DR.H.M. Rusli Amin, MA

Khutbah Jumat 02 Mei 2014, Masjid Agung At-Tin

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin, alladziy ja’ala khaliifatan fil ardhi, kama qaalallahu ta’aala fil Quraanil kariim : Bismillahirrahmanirrahim. Wa idz qaala Rabbuka lil malaaikati inniy jaa’ilun fil ardhi khaliifah. Allahumma shalli ‘ala Muhammadin wa ‘ala aali Muhammad. Ammaa ba’du.

Pertama-tama, saya mengajak kita semua agar senantiasa memuji Allah Swt dan bersyukur atas segala nikmat-Nya yang telah dianugerahkan kepada kita semua, dan salah satu dari nikmat-nikmat tersebut adalah bahwa Dia telah menjadikan  manusia sebagai khalifah di muka bumi. Selanjutnya, marilah kita selalu menyampaikan shalawat serta salam kepada Nabi dan Rasul Allah yang paling mulia, Nabi Muhammad Saw.

Hadirin dan Hadirat yang saya hormati.

Perkenankan saya menyampaikan uraian singkat tentang Moralitas Pemimpin, dengan sebuah harapan, kiranya uraian singkat yang akan saya sampaikan, Insya Allah dapat memberi manfaat bagi kita sekalian. Kita telah memaklumi bersama, bahwa keberadaan pemimpin dalam kehidupan masyarakat adalah sangat penting. Sebab dalam suatu kelompok masyarakat apalagi masyarakat yang di dalamnya terdapat jumlah orang yang sangat banyak, haruslah ada  pemimpin yang dapat mengatur kehidupan masyarakat tersebut, agar kehidupan yang dijalani oleh masyarakat menjadi tertib dan teratur. Jika tidak ada pemimpin, maka boleh jadi setiap orang akan melakukan segala hal sesuai dengan keinginan dan aturan sendiri-sendiri, sehingga akan muncul kekacauan dalam kehidupan masyarakat.

Sebagaimana tuntunan agama kepada kita yang menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang adalah pemimpin, karena kepemimpinan terkecil adalah menjadi pemimpin atas diri sendiri, kemudian sedikit lebih luas adalah menjadi pemimpin atas keluarga, sebagaimana tuntunan Allah Swt, bahwa kaum laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya. Selanjutnya semakin luas lagi adalah pemimpin atas masyarakat, umat, bangsa dan negara. Bahkan sejak awal penciptaannya, manusia telah mendapatkan amanah dari Allah Swt untuk mengemban tugas kepemimpinan di muka bumi, sebab Allah telah menjadikannya sebagai khalifah, sebagai penguasa untuk mewujudkan kebaikan-kebaikan di bumi, untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi dan seterusnya.

Yang demikian itu telah dijelaskan oleh Allah Swt di dalam Al-Quran, seperti yang tersebut pada surat Al-Baqarah ayat 30  sebagai berikut :

Wa idz qaala Rabbuka lil malaaikati inniy jaa’ilun fil ardhi khaliifah. Qaaluu ataj’alu fiiha man yufsidu fiihaa wa yasfiquddimaa-a wa nahnu nushabbihu bihamdika wa nuqaddisu laka qaala Iniiy a’lamu maa laa ta’lamuun.

Terjemahannya, “Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Hadirin dan Hadirat yang saya muliakan.

Di dalam kitab Tafsir Ibnu Katsier karya Mufassir Al-Quran Al-Imam Ibnu Katsir, beliau mengutip pendapat al-Qurthubi tentang apa yang dimaksud dengan khalifah, bahwa khalifah adalah orang yang memutuskan perkara di antara manusia, tentang kezaliman yang terjadi di tengah-tengah mereka, dan mencegah mereka dari perbuatan terlarang dan dosa.

Al-Imam Ibnu Katsier menjelaskan, bahwa banyak ulama menjadikan ayat 30 surat Al-Baqarah ini sebagai dalil yang menunjukkan keharusan mengangkat pemimpin untuk memutuskan perkara-perkara di tengah-tengah umat manusia, mengakhiri pertikaian mereka, menolong orang-orang teraniaya dari yang menzalimi, menegakkan hukum, mencegah berbagai perbuatan keji, dan berbagai hal penting lainnya, yang tidak mungkin ditegakkan kecuali dengan adanya pemimpin. Sebab, suatu perkara yang dengannya akan membuat dapat ditegakkannya berbagai kewajiban agama, maka mewujudkan keberadaan perkara itu merupakan kewajiban juga.

Dapat di katakan bahwa pada umumnya masyarakat mendambakan memiliki pemimpin dan dipimpin oleh pemimpin yang baik. Dan beberapa di antara ciri pemimpin yang baik itu adalah : beriman, memiliki kemampuan atau kapabilitas, berakhlak mulia atau moralitas dan juga diterima dengan baik serta dicintai rakyat atau akseptabilitas. Seorang pemimpin haruslah memiliki kekuatan moral atau berakhlak mulia. Sebab dengan bekal akhlak mulia yang dimilikinya, akan terwujud kebaikan-kebaikan yang banyak melalui tindakan-tindakan sang pemimpin itu, sehingga masyarakat yang dipimpinnya dapat merasakan kehidupan yang damai, tenteram, dan sejahtera di bawah kepemimpinannya. Masyarakat sangat menyukai pemimpin yang mencintai rakyatnya, yang peduli terhadap rakyat, yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi, keluarga dan kelompoknya, pemimpin yang mampu mewujudkan kesejahteraan hidup rakyat,  pemimpin yang ramah, yang tidak kejam terhadap rakyat, yang suka menolong, yang jujur, berlaku adil dan tegas dalam menegakkan hukum dan sebagainya.

Seorang ulama besar bernama Syaikh Sayyid Sabiq mengatakan bahwa di antara syarat-syarat seorang pemimpin di dalam Islam adalah, beriman, berwibawa, memiliki kepekaan terhadap keadaan rakyat, mampu membaca keadaan rakyat, sanggup menjalankan roda pemerintahan, dan bisa mengikuti perkembangan percaturan politik dunia. Selanjutnya, masyarakat juga senang meniru apa yang dilakukan oleh pemimpin mereka. Maka, pemimpin yang berakhlak mulia, akan menjadi teladan yang baik bagi masyarakat yang dipimpinnya, dimana mereka akan meneladani perbuatan-perbuatan baik serta perilaku terpuji pemimpinnya itu.

Bagi setiap pemimpin Muslim, telah ada potret terbaik menjadi pemimpin yang baik dan sukses, yaitu pada diri Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah pemimpin terbaik sepanjang sejarah manusia. Dan kunci utama kesuksesan beliau sebagai pemimpin besar adalah karena akhlak mulia. Beliau adalah pribadi yang memiliki akhlak paling agung. Bahkan Allah-pun memuji keagungan akhlaknya di dalam kitab suci Al-Quran. Karena itu, hendaklah setiap pemimpin bangsa menjadi pemimpin-pemimpin berakhlak mulia, niscaya mereka akan meraih sukses dan keberuntungan.

Salah satu sifat terpuji seorang pemimpin yang sangat didambakan oleh masyarakat adalah sifat keadilan pemimpin tersebut. Bahwa seorang pemimpin hendaklah mampu berlaku adil. Pemimpin yang adil akan mendatangkan kebaikan yang banyak bagi masyarakat yang dipimpinnya, seperti hukum akan benar-benar dapat ditegakkan, yang salah akan dianggap salah dan yang benar akan dianggap benar, juga kemakmuran akan dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat, karena kekayaan negara tidak hanya berputar dan dikuasai oleh sekelompok orang tertentu saja, dan lain-lain. Kemudian pada hari Kiamat, pemimpin yang adil itu akan mendapatkan naungan dari Allah Swt. Karena itulah, Allah Swt memerintahkan kita agar berlaku adil, terutama setiap pemimpin hendaklah mampu menegakkan keadilan tersebut. Allah Swt berfirman di dalam Al-Quran, surat An-Nahl ayat 90 sebagai berikut :

Innallaha ya’muru bil ‘adli wal ihsan iyta-I dzil qurbaa wa yanha ‘anil fahsya-I wal munkari wal bagyi ya’idzukum la’allakum tadzakkaruun.

Terjemahannya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,  kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Hadirin dan hadirat yang saya hormati.

Di dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, Al-Imam Ibnu Katsir menjelaskan tentang ayat di atas, bahwa Allah Swt memerintahkan para hamba-Nya agar berlaku adil, yaitu bersikap pertengahan dan seimbang serta menganjurkan agar berbuat kebaikan, yang demikian itu sejalan dengan firman Allah, surat Asy-Syuura, ayat 40, yang artinya, “Dan balasan atas suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas tanggungan Allah.”  Menurut Sufyan bin Uyainah, bahwa berlaku adil adalah bersikap sama dalam melakukan amal untuk Allah, baik amal yang dilakukan secara terang-terangan ataupun yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Ketika menjelaskan ayat di atas, Prof. Dr. Quraish Shihab, di dalam kitab Tafsir Al-Mishbaah, mengemukakan bahwa sesungguhnya Allah Swt secara terus-menerus memerintahkan siapapun di antara hamba-hamba-Nya, agar berlaku adil dalam sikap, ucapan dan tindakan, walaupun terhadap diri sendiri. Beliau menjelaskan bahwa beberapa ulama mendefinisikan adil berarti menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya, meskipun mungkin tidak sama dalam ukuran secara kuantitas atau jumlah. Atau adil adalah memberikan kepada pemilik apa-apa yang menjadi haknya, melaui jalan yang terdekat. Atau adil berarti tidak mengurangi tapi juga tidak melebihkan. Bahwa manusia dituntut untuk menegakkan keadilan walaupun terhadap dirinya, kedua orang-tuanya dan keluarganya, bahkan terhadap musuh sekalipun.

Selanjutnya, pada akhir uraian ini, saya ingin mengetengahkan isi pidato Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, sesaat setelah beliau dibaiat dan diangkat menjadi Khalifah sepeninggal Rasulullah Saw. Pidato yang berisi pelajaran bagaimana seharusnya seorang pemimpin yang baik. Seorang pemimpin yang beriman dan berakhlak mulia. Pemimpin yang sangat jujur dan adil.

Tatkala berpidato, Khalifah Abu bakar berkata, “Wahai umat Islam. Sesungguhnya aku telah dipilih untuk memimpin kalian, padahal aku bukanlah orang terbaik di antara kalian. Jika nanti aku melakukan sesuatu yang baik, maka bantulah aku. Sebaliknya, jika aku melakukan sesuatu yang salah, maka luruskanlah aku. Sebab kejujuran adalah amanah sedangkan

kebohohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian, sesungguhnya ia adalah orang kuat dalam pandanganku. Aku akan penuhi hak-haknya, Insyaa Allah. Sedangkan orang yang kuat di antara kalian, sesungguhnya ia lemah dalam pandanganku. Aku akan tuntut kewajibannya, Insyaa Allah… Patuhlah kalian kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku melakukan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka kalian tidak wajib patuh padaku. Sekarang, berdirilah kalian untuk shalat. Semoga Allah merahmati kalian.” Keterangan tentang pidato Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq tersebut berdasarkan riwayat dari Ibnu Ishak dalam kitab As-Sirah, dari Az-Zuhri, dari Anas bin Malik.

Demikianlah uraian singkat yang dapat saya sampaikan tentang Moralitas Pemimpin, semoga uraian singkat ini dapat menggugah hati dan bermanfaat. Amiiin. Terima kasih atas segala perhatian, mohon maaf atas segala kekurangan. Uushiikum wa nafsiy bitaqwallah.

Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan.